Rabu, 20 Maret 2024

Den Tak Nak Balek!!

 “Den tak nak balek!” pekikmu sembari menggebrak meja tanpa tahu bahwa seseorang di depanmu tercekat tanpa bisa berkata apa-apa.

Mukamu terlihat memerah dan jelas sudut rahangmu menegang. Tanganmu mencengkeram kuat-kuat hingga perih menusuk kaurasa di telapak. Tanganmu beralih cepat mengusap wajah dengan kasar, lalu kaulepas tanjak karena terasa sesak. Namun, itu jelas tak mengurangi beban yang kau sembunyikan selama ini.

Langkahmu lebar-lebar menuju sebuah batu besar di ujung dermaga. Kicau burung yang berlalu lalang tak jauh di atas kepalamu terdengar seperti nyanyian yang menggelisahkan. Satu dekade lebih kau pergi merantau ke kota, selama itu pula kau tak pernah menginjakkan kaki di rumah, di kampung halamanmu.

Seseorang di sisimu berulang kali mengatakan, “Pulanglah sejenak, jenguklah ibu. Ia pasti merindukanmu.” Meski dengan lembut, tetap tak mampu membuatmu beranjak.

Kau sebenarnya tahu bahwa yang ia katakan benar. Kau juga menyadari bahwa di sudut hatimu ada sesuatu misterius yang kosong. Sesuatu yang tak pernah kaubayangkan akan membawa hidupmu dalam kehancuran.

Segala cara kaucoba untuk menemukan kunci penutup lubang kelam itu, tetapi tak satu pun berhasil melengkapinya. Kauterus berusaha menampik kegelisahan yang menyeruak ketika hari mulai petang, tetap saja semua berakhir sia-sia. Semua upaya sudah kaulakukan dan takkunjung menemukan jawaban. Meski demikian, tetap saja kau selalu menyangkal bahwa sejatinya itu adalah rindu ibu.


(Cerita ini terinspirasi dari legenda Si Lancang dari Kampar)

Minggu, 21 November 2021

Flash Fiction: Cerita Mini - Family Drama

 

BUNDA

Evelyne Tanugraha

 

"Ini tiga ribuan ya, Kak," ujarmu pada seseorang bercelemek putih di sebuah toko roti bertuliskan Cinnamon Cake and Bakery.

"Hari ini ada yang isi daging. Harganya sama aja," lanjutmu sambil meletakkan kotak hijau berisi donat kentang bertabur meises, di sebelah kiri dan kotak biru berisi donat daging di sebelah kanan.

Tanganmu memperbaiki letak Laras dalam gendongan, dan melirik Bintang untuk memastikan ia masih di tempatnya. Yah, Laras dan Bintang. Kedua anak yang Tuhan titipkan padamu, lengkap dengan keistimewaannya, senantiasa kau rawat sepenuh hati. Meski tanpa kehadiran suami, tak menyurutkan niatmu untuk membesarkan dan mendidik mereka seorang diri.

Dengan berbekal sedikit kemampuan membuat kue, setiap hari kau rela bangun jauh sebelum matahari menampakkan sinarnya di ufuk timur, pun sebelum ayam berani mengeluarkan suaranya, kau berupaya seorang diri menguleni adonan hingga menjadi beberapa macam donat yang empuk, enak, dan layak jual. Seraya menggendong Laras dan menggenggam tangan Bintang, kau berjalan kaki menuju beberapa toko kue, bahkan toko kecil sekalipun, untuk menitipkan donat buatan tanganmu.

Sebelum senja menyapa, kau harus kembali ke toko-toko itu untuk mengambil hasil penjualan dengan tak lupa membawa serta kedua buah hatimu. Bukannya tak pernah kau pulang dengan rasa kecewa karena minat pembeli agak berkurang, namun dengan kepala tetap tegak, senyum yang mengembang di wajahmu yang tirus, kau membagikan donat-donat itu kepada setiap orang yang kau temui di sepanjang jalan, yang mungkin hidupnya tidak lebih beruntung darimu.

Semuanya selalu terasa sempurna bagi mereka saat kau masih ada. Kini Laras dan Bintang terduduk di depan pusaramu. Tanahnya masih merah dan basah, air mata keduanya tak terbendung.

Meski kini kau telah tiada, kau patut berbangga. Upayamu selama ini tak percuma. Laras dan Bintang sudah lulus menjadi sarjana, dan mereka melanjutkan impianmu yang sempat tertunda. Mendirikan panti asuhan dan yayasan sosial anak berkebutuhan khusus yang didedikasikan untuk memperingati hari kelahiranmu, Bunda.

 

 Cerita ini sudah pernah diterbitkan dalam kumpulan cerita mini bareng Komunitas KamAksara berjudul Life is Yummy yang diterbitkan oleh Penerbit Stiletto, tahun 2018.




 

Naskah Drama: Memberi dengan Hati bukan Gengsi

Disc: Drama ini diambil dari kisah Menara Babel yang divariasikan dengan cerita mengenai siapa yang terpenting.

Cerita ini bisa digunakan untuk menyadarkan kita mengenai pentingnya kembali kepada kasih mula-mula, kembali kepada tujuan awal. Mengingatkan kita akan pentingnya kebersamaan dan kesatuan hati dalam memberi, bukan sekadar besar kecilnya pemberian.

  

 

Sepuluh orang sahabat sedang mengadakan reuni setelah 15 tahun lulus dari SMA yang sama. Masing-masing mereka menekuni bidang usaha yang berbeda-beda.

> Lea: Istri bos pemilik perusahaan eksport import

> Andre: Juragan tanah, hasil warisan dari kedua orang tuanya

> Rena: Pemilik usaha katering Rena's Kitchen

> Jay: Kontraktor ternama di kotanya.

> Danu: seorang laki-laki yang agak kurang dalam segala keilmuan. Semasa sekolah, sering tidak naik kelas dan akhirnya harus tamat / tidak lulus di masa SMA. Dikarenakan keterbatasan biaya, Danu tidak meneruskan pendidikan jalur lain. Dia tekun membantu orangtuanya mencari nafkah.

Suatu ketika dalam acara reuni, mereka bersepakat akan membuat suatu gedung yang megah yang akan dihadiahkan kepada sekolah SMA mereka, SMA Bravo yang kini sangat populer di kota Kina.

Mulailah perbincangan mereka di sebuah cafe.

Lea: "Iya. Jadi gitu, Temans. Saya sangat prihatin dengan keadaan sekolah kita. Gedung memang sudah bagus, tetapi belum punya tempat khusus untuk kegiatan rohani. Kalau kita bisa membangun sebuah  gedung untuk SMA Bravo yang kita hadiahkan tepat di usianya yang ke-50, saya rasa pihak sekolah akan senang dan pasti kita akan menjadi sangat terkenal."

Andre: "Wah, setuju. Ide keren, tuh. Lu makin pinter aja, Le. Kebetulan gua ada lahan seluas tiga hektar dan jaraknya nggak terlalu jauh dari Sekolah Bravo."

Lea: "Bagus itu. Tanah tiga hektar, dan nggak terlalu jauh dengan sekolah. Cocok banget. Gimana, temans? (melihat Rena, Jay, dan Danu bergantian) Eh, tunggu. Sepertinya tanah itu sudah ada bangunannya 'kan, Ndre?"

Andre: "Nah, itu dia. Lahan gua itu sekarang sudah ada beberapa ruko dan bagian belakang akan dibuat kompleks cluster. Tapi gua lebih setuju kalo itu kita pakai untuk membangun gedung untuk SMA Bravo. Gimana?

Rena: "Wah, saya kurang setuju tuh. Bangunan ruko kurang cocok, kalau ide kita memberikan gedung untuk sarana ibadah sekolah Bravo, yang notabene tu sekolah dari TK sampai SMA, lho. Nggak cocok, donk."

Lea: "Nggak cocok gimana??"

Jay: "Rena ada benarnya tuh. Bentuknya kurang cocoklah kalau ruko. Kecuali Andre bener-bener mau merombak desainnya, aku bisalah untuk mendesain gedung yang akan kita hadiahkan ke SMA Bravo. Gimana, Ndre?"

Andre: "It's oke. Nggak masalah. Silakan atur aja."

Rena: "Nah, kalau dah begini saya setuju nih. Jadi, gimana praktisnya untuk kita mulai membuat gedung itu?"

Lea: "Praktisnya, sekarang kita tentukan dan kita data apa saja yang dibutuhkan untuk membangun sebuah gedung."

Jay: "Yang pasti lahan. Sudah fix ya."

Lea: "Lahan. Fix."

Jay: "Desain gedung. Ini fix dari gua."

Lea: "Desain, Fix"

Jay: "Pemborong untuk ngerjainnya, jangan ketinggalan."

Lea: "Wah, siapa yang bisa kita andalkan untuk ini?"

Rena: "Sepertinya Danu, teman kita, dia bisa, Le. Sejak tamat SMA dia ikut usaha orang tuanya yang bekerja sebagai buruh bangunan."

Jay: "Ah, iya. Benar itu. Tapi sekarang dia sudah jauh lebih sukses, lho. Dia sudah punya anggota sendiri. Tunggu kutelepon dia." (mengambil HP di saku)

Datang Danu dari belakang

Danu: "Maaf, teman. Saya terlambat. Sudah sampai mana pembahasannya?"

Jay: "Baru aja mau kutelepon kau. Jadi gini, Dan. Kita mau menghadiahkan gedung untuk SMA kita. Lahan dari Andre, aku buat desainnya, Nah, kita berharap kamu bisa atur pengerjaannya di lapangan."

Danu: "Wah, dengan senang hati."

Lea: "Baiklah. Pemborong, Fix. Apalagi yang kita butuhkan?"

Rena: "Dana... Dana... Kita kuga pasti butuh dana donk untuk ngerjain ini semua?"

Lea: "Nah, itu urusan saya. Saya bisa bantu mencari sponsor dan termasuk saya sendiri akan jadi sponsornya."

Andre: "Lahan dari gua nggak usah dimasukkan kebutuhan dana ya. Free."

Jay: "Haiz..  Mantap. Desain dari aku juga cuma-cuma, deh. Untuk kualitas nggak usah diragukan."

Lea: "Baiklah. Jadi, dana sementara ini kita butuhkan hanya untuk di pengerjaannnya ya."

Danu: "Em... Gini, teman-teman. Untuk upah pengerjanya, sukarela aja. Itu untuk anggota saya.

Lea: "Sip. Sudah dicatat."

Andre: "Berarti semua sudah beres, ya? Nah, gua mau cabut dulu. Kalo masih pada mau ngopi-ngopi, silahkan saja. Nanti Rena yang urus. Hahaha..."

Rena: (melempar sesuatu pada Andre)

Lea: "Ya. Tengkyu ya, Ndre. Semoga kamu semakin diberkati. Hahaha..."

Andre: "O, ya. Seminggu lagi kita ketemu, semua sudah clear ya. Jadi tinggal kita eksekusi."

Lea: "Siap."

(disusul sahutan Rena Jay dan Danu)

Narasi ttg seminggu kemudian

Andre: "Guys, lahan gua sudah ready, tuh. Siap dikerjakan."

Jay: "Sip, pak bro. Ini rancangan gedung yang akan kita garap. Untuk luas lahan tiga hektar, .......(spesifikasi)..... *sesuai gambar dari gugel)

Lea: "Wah, gagah banget gedungnya. Keren. Saya suka..saya suka."

Rena: "Semoga rencana baik kita ini terselesaikan dengan baik sampai akhir ya, Temans."

Danu: "Wah, luar biasa. Saya dan anggota siap aja dah. Kapan waktunya, kita eksekusi. Hajar!!"

Rena: "Eits. Tunggu dulu. Ini rancangan memang sudah beres. Masalah dana belum kita bahas. Bahan-bahan harus kita siapkan lho."

Lea: "Kamu bener, Ren. Mengenai dana untuk bahan-bahan bangunan, bisa diminta langsung ke TBNH. Toko Bangunan Nya Husband. (jeda. Tertawa)

Suami saya sudah setuju dengan ide ini. Jadi, kami yang menjadi sponsor bahan bangunan.

(Semua teriak + ketawa)

Rena: "Bagus kalau begitu. Berarti sudah tidak ada yang kita kuatirkan lagi. Danu, segera hitung berapa banyak yang diperlukan dan sudah bisa mulai kita kerjakan."

Danu: "Beres. Siap."

(tos lagi)

Narasi ttg kesibukan pengerjaan (tanpa dialog. Hanya narasi) seminggu.. Dua minggu, tiga minggu, semuanya berjalan lancar sampai masuk minggu keempat.

Lea: "Ndre, apa tujuan kamu bilang ke orang-orang kalau bantuan tanahmu itu melebihi bantuan biaya bangunan?" (melabrak Andre)

Andre: "Eh, lu kenapa sih. Cuaca panas, datang marah-marah."

Lea: "Gimana saya nggak marah? Coba kamu hitung berapa harga tanah sumbanganmu? Hitung juga semua detail bahan yang dipakai. Mana lebih besar duitnya??"

Jay: "Hey!! Nggak usah kalian ribut tentang duit!! Coba lihat bentuk bangunannya! Ideku jelas paling berbobot dan bernilai!!!!

Rena: "Heh! Mana lebih berbobot idemu atau... (menunjuk botol minuman yg dipegang Jay) tuh!!!!

Hitung berapa biaya makanan minuman kalian selama ini?? Apalagi sekarang cuaca panas. Panas panas koq mancing emosi!!"

Lea: "Eh, Ren. Jadi kamu mulai ajak hitung-hitungan?"

Berapa lah biaya makanan minuman yang kamu sediakan dan bayarkan untuk kami dibanding biaya bahan-bahan ini semua??!!!

Andre: "Hoi! Lu bahas itu lagi, Le? Nggak ada apa-apanya dibanding harga lahan gua. Tiga hektar, Brooo!!!"

Jay: "Uang..uang..uang yang kalian bahas! Ini memang kertas, tapi bukan kertas biasa. Di dalamnya ada ide! Hasil aku lembur setiap malam demi menyelesaikan desain yang kalian minta!"

Danu: "Stop!! Stop!! Kalian terlalu banyak mulut! Uang kalian, ide kalian nggk akan bisa menggantikan mereka yang bekerja! Panas-panas mereka tetep mau bekerja. Kalian malah ribut uangku.. Tanahku.. Ideku.. Berisik!!"

(semua ribut. Di sini musik mulai mengentak, kain panjang jalan *maunya lampu mati hidup mati hidup*)

(pemain masih terlihat saling menyalahkan)

Lea: "Kalo aku tau bakal jadi kaya gini, lebih baik nggak usah ada rencana membangun gedung. Bullshit!!" (bahasa Sunda)

Jay: "Heh! Kamu bilang apa? Makanya jangan suka marah marah. Ngomong kaya kumur-kumur. Muntah!!!" (bahasa Jawa Tengah)

Andre: "Hah! Apa apaan kalian!! Nggak jelas!!!" (bahasa Madura)

Rena: "kalian ngomong apa? Aku nggak ngerti! Dasar gila!!" (bahasa Mandarin)

Danu: "Ah!! Bubar..bubar!! Udah semakin nggak jelas!!" (bahasa Korea)

Orang-orang berlalu lalang mengucapkan bahasa masing masing. (di sini pemeran pedamping masuk sendiri atau berpasangan, ngomong apa pun terserah. dengan bahasa yang berbeda-beda.)

(note: Bisa masuk kemudian menghampiri Lea/Rena / Andre / Jay / Danu, bisa seolah-olah sebagai suami/istrinya, bisa juga seolah-olah adalah teman / anggota Danu)

Suami Lea menghampiri Lea: "(ngomong apa pun pakai bahasa selain yg sudah ada dan selain bahasa indonesia)"

Lea: "Apa sih? Kamu ngomong apa? Aku nggak ngerti!" (bahasa Sunda sambil meninggalkan suaminya)

Dst...... Menyesuaikan berapa pemain. (improvisasi masing-masing)

Narasi : kejadian (menara babel)

Tambahan narasi dari koordinator mengenai pentingnya kembali kepada kehendak Allah, kembali kepada kasih mula-mula. Pemberian kepada Tuhan bukan sekadar besar atau kecil nilainya, melainkan kebersamaan, kesatuan hati

Bisa saja ditambahkan penutup dengan persembahan pujian.